Rabu, 02 Desember 2015

Rumah Nyaris Ambruk, Suta Teguh Jual 'Rampe' (Foto: Tri)
Rumah Nyaris Ambruk, Suta Teguh Jual 'Rampe' (Foto: Tri)

Rumah Nyaris Ambruk, Suta Teguh Jual ‘Rampe’

CIMAHI,FOKUSJabar.com : Biaya hidup yang kian meningkat, tak lantas menyurutkan semangat Suta renta yang mulai kurang pendengaran agar tidak berpangku tangan kepada orang lain.
Kakek berusia 78 tahun ini tinggal di rumah yang nyaris ambruk di Jalan Encep Kartawiria, Gg. Pagadean, Kelurahan Cimahi Kecamatan Cimahi Tengah. Kendati begitu dirinya tetap teguh tinggal sembari meracik Rampe, yakni campuran rempah-rempah  seperti Biji Pinang, Kayu Manis, dan Sirih yang biasa digunakan orang tua untuk menguatkan gigi dan membersihkannya.
Dengan tertatih, dia masih memaksa diri berbelanja rempah-rempah  di Pasar Baru Kota Bandung. Ini dilakukannya Hanya sekedar menyambung hidup untuk  membeli beras miskin. ia meracik  rampe dibungkus daun pisang dijualnya seharga Rp2500 perpincuk atau paket.
Rumah Nyaris Ambruk, Suta Teguh Jual 'Rampe' (Foto: TRI)
Rumah Nyaris Ambruk, Suta Teguh Jual ‘Rampe’ (Foto: TRI)
Saat masih muda, Suta masih sanggup belanja, meracik dan menjualnya langsung ke konsumen. Namun seiring bertambahnya usia, kesehatannya pun menurun dan hanya bisa membantu meracik rampe di rumah. Sementara istrinya Umasih (67) yang kini diandalkan menjual di Pasar Atas.
“Kemarin belanja ke pasar baru, hampir pingsan,”lirihnya saat dijumpai FOKUSJabar.com, Selasa(1/12/2015).
Hanya pada hari Senin dan Kamis jualan rampe laku. Pada hari itu, diakui Suta pendapatan kotornya sampai Rp200 ribu. Namun jika hari biasa pembelinya sedikit, Rampenya laku empat pincuk saja sudah bagus, sebab Rampe ini juga biasa digunakan untuk sesaji pada malam Selasa dan malam Jum’at.
Bersama istri dan anaknya Ating (55), dia tinggal di rumah tembok rapuh berukuran 12 x 6 meter, kusen kayu penyangga atap  lapuk dan hampir roboh. Bukan tak ingin merenovasi  atap yang bocor, namun lantaran uang penghasilannya tak mencukupi. Dia hanya bisa berusaha mengumpulkan genting bekas dan disimpannya didalam rumah, berharap  ada sedikit uang untuk membeli kusen.
“Hasil jualan hanya cukup beli beras saja,”ucapnya.
Sebenarnya Suta memiliki lima anak yang sudah berpisah dibawa menantunya,pekerjaan anaknya yang hanya kuli panggul di pasar atas tak mampu membantu merenovasi rumahnya yang rapuh. Hanya Ating anak nomor duanya didaulat menemani Suta lantaran kini tengah menjanda.
“Anak-anak bukan tak ingin membantu bangun rumah, untuk kebutuhan rumah tangga saja dari kuli panggul, saya tidak tega meminta kepada mereka,”kata Suta sambil tekun meracik rampe.
Usai sukses berperang dalam operasi pagar betis,  tahun 50-an Suta  datang ke Cimahi.  Awalnya rumah itu masih bilik bambu, baru tahun 80-an dibangun tembok dan sejak itu baru sekali ia mendapat bantuan renovasi dari pemerintah setempat, itu pun hanya lima persen dari luas bangunan rumah.
Keinginan Suta sederhana, dia berharap jualannya tetap laku untuk menyambung hidup dan  merenovasi atap rumahnya. Dia khawatir memasuki musim hujan ini tiba-tiba atap ambruk dan menimpa penghuni rumah.
“Takut jika hujan deras, atap ambruk,”keluhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar